Rabu, 20 Maret 2019

CARA PENANGANAN HASIL TANGKAP DI KAPAL IKAN

 CARA PENANGANAN HASIL TANGKAP DI KAPAL IKAN


1. Jenis Kapal Penangkap Ikan
Kapal penagkap ikan ada beberapa jenis yaitu perahu layar, perahu motor, kapal motor. Dan semua kapal penangkap ikan itu sudah pasti di lengkapi dengan alat tangkap ikan. Jenis kapal berpengaruh terhadap luas / volume, ruang gerak, peralatan dan lamanya beroperasi kapal penangkap tersebut. Kapal motor misalnya peralatannya lebih moderen sehingga alat kapalnya pun cenderung berkualitas baik.
2. Jenis Alat Tangkap (fishing gear)
Dalam hubungannya dengan penangkapan ikan di kapal, jenis alat tangkap digolongkan ke dalam :
a. Alat tangkap pasif, contohnya : panang, bubu, bagan (apung dan tetap), gill net, rawai
alat tangkap ini bersifat menunggu ikan dan tidak terlalu banyak berinteraksi dengan ikan, jadi kerusakan ikan cenderung minim.
b. Alat tangkap aktif, contohnya : jaring arad (beach seine), jaring  trawl, jaring lingkar (payang), dan alat tangkap bergerak lainnya.
Alat tangkap ini sifatnya aktif memburu dan menangkap ikan, dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah  pengaruhnya terhadap kondisi ikan.
3. Jenis ikan / hasil perikanan/  hasil tangkapan ikan
Dari segi penanganan hasil tangkapan dapat digolongkan ke dalam :
a. Ikan yang kandungan lemaknya rendah (lean fish)
b. Ikan yang kandungan lemaknya tinggi (gemuk-fatty fish)
yang kandungan lemaknya tinggi umumnya sulit mengalami kerusakan/ perubahan fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. Disamping itu ikan juga dibedakan atas dagingnya yaitu daging putih dan merah. Kalau daging yang bewarna merah relatif lebih mudah tegik (lancip), sehingga penanganan ikan harus lebih teliti.
4. Bahan pengawet
– es,
– garam dan
– udara dingin
Garam dan es digunakan biasanya digunakan pada operasi penangkapan dengan perahu layar dan kapal kecil sedangkan udara dingin pada operasi penangkapan kapal besar yang jangkauan operasi penangkapannya jauh dan memakan waktu cukup lama sampai berbulan-bulan di laut.
Jenis garam terbagi 2 yaitu :
a. Garam laut (Solar salt)
yaitu garam yang dibuat dengan cara menguapkan air laut dengan sinar matahari. Garam laut banyak mengandungkotoran dan komponen garam lain selain NaCl sehingga kemurniannya rendah (impuritas rendah). Garam ini dalam proses pengawetan memang menghambat pertumbuhan bakteri tapi tergolong lambat sehingga kadang terdahului oleh proses pembusukan.
b. Garam tambang (Rock salt)
Garam ini diambil dari bahan hasil penambangan dan garam ini mengandung kadar NaCl yang tinggi. kotoran dan kandungan lain selain NaCl sangat rendah dan dapat dikatakan murni (impuritas rendah). Garam ini dalam proses pengawetan juga sangat efektif.
5. Perlengkapan handling (penanganan ikan di kapal)
a. Gladak (lantai bongkar)
Tempat untuk membongkar hasil tangkapan ikan terbuat dari papan kayu tebal yang sudah dihaluskan dibentuk sedemikian rupa sehingga air dan kotoran mudah mengalir atau terbuang. Tapi bila kapalnya sudah maju atau moderen gladaknya terbuat dari bahan stenlis sehingga penanganan lebih mudah dan hasil lebih maksimal.
b. Pompa air bersih
Untuk membersihkan/ mencuci ikan hasil tangkapan dengan menyemprotkan air pada ikan, kotoran dan sisa-sisa darah
c. Ruang penyimpanan
Pada lambung kapal, terbuat dari kayu yang sudah berisol untuk mencegah bocoran air akan udara pada kapal kecil berupa ruang yang terbuat dari kayu
d. Tempat penyimpanan bahan pengawet
Untuk menyimpan es dan garam sebelum digunakan dalam pengawetan
e. Peralatan lain
-martil/ palu besar : menghancurkan es
– ganco terbuat dari besi untuk mengaambil dan mematikan ikan
– lampu yang cukup besar untuk membantu pembongkaran/ menurunkan hasil tangkapan terutama bila bongkar muat.
6. Prosedur penanganan ikan di kapal
a. Pekerjaan yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah memilih hasil tangkapan berdasarkan jenis, ukuran dan kualitas
b. Penyiangan: ikan yang besar disiangi dulu dan dibuang isi perutnya dan ingsangnya juga
c. Pencucian (washing) : dicuci bersih, dibuang lendir, sisik dan sisa darah
d. Pemilihan: ikan yang terlalu besar dipotong kepalanya dan dibuat kecil
e. Pendinginan : didalam pendingin/ palka
f. Untuk ikan kecil langsung dicuci tidak ditangani lagi langsung diawetkan
Penyusunan / menyimpan ikan
Penyusunan ikan dalam palka dilakukan dengan 3 cara :
a. Bulking
Ikan ditumpuk dalam ruangan palka lapis demi lapis. Dasar dibari es yang telah dihancurkan kurang lebih tebalnya 15 cm. Ikan dibelah perutnya disimpan dengan bagian perutnya di bawah agar air/cairan tidak tertampung dalam perutnya tapi mengalir ke dasar palka.
Lapisan ikan tidak boleh terlalu tebal agar pendinginannya merata. Cairan dari pelelehan es diusahakan tidak mengalir ke lapisan bawahnya. Jadi diberi kemiringan pada lapisan dasar agar air dapat mengalir ke pinggir lalu dibuang.
b. Shelfing
Dengan satu lapisan ikan dalam satu rak. Sekat ini dipasang dengan jarak sekitar 20cm. Kelemahan dari cara ini akan memakan waktu, tenaga dan ruang palka.
c. Boxing
Menggunakan peti-peti / box yang terbuat dari kayu, pastik, bahan sintetis. Dan juga bahan aluminium yang cenderung lebih baik karena mudah di kontrol dan dibersihkan. Kelebihan alat ini kualitas/mutu ikan lebih baik karena ikan tidak mendapatkan tekanan dan beratnya tidak berkurang. Selain itu saat pembongkaran juga jadi elbih mudah dan cepat. Kerugiannya terlalu banyak memkan tempat di dalam kapal.
Sikat yang kaku-lunak
, untuk membersihkan dan membuang sisa-sisa kotoran-darahdari dalam rongga insang setelah penyiangan. Caranya dengan menyiram / menyemprotkan air sekaligus menyikat seseluruh permukaan bagian dalam ronggainsang agar sisa darah, lendir dan potongan insang semuanya bersih tidak tersisa.Bagian membran insang yang masih tersisa menempel di kerah rongga insang jugadibersihkan dengan pisau. Gambaran pembersihannya sebagai berikut.Gambar 16. Cara membersihkan rongga insang
j. Kantong atau sarung
dari bahan plastik (kedap air dan elastis) untuk membungkusikan saat direndam dalam air laut atau larutan garam (
brine 
) dingin, agar brine tidakkontak langsung dengan ikannya sehingga tidak terjadi penyerapan garam atau kotorandari brine ke daging atau tubuh ikan. Demikian juga saat penyimpanannya didalampalkah, kantong ini juga akan melindungi ikan dari rendaman air lelehen es yang kotor
V. PENUTUP
Pada prinsipnya pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhuserendah mungkin, tetapi tidak sampai menjadi beku. Pada umumnya, pendinginan tidak dapatmencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu ikan, semakin besarpenurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan demikian melalui pendinginan prosesbakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda, tidak dihentikan. Untuk mendinginkan ikan,seharusnya ikan diselimuti oleh medium yang lebih dingin dari-nya, dapat berbentuk cair, padat,atau gas. Pendinginan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan refrigerasi, es, slurry ice (escair), dan air laut dingin (chilled sea water).Cara yang paling mudah dalam mengawetkan ikan dengan pendinginan adalah menggunakanes sebagai bahan pengawet, baik untuk pengawetan di atas kapal maupun setelah di daratkan,yaitu ketika di tempat pelelangan, selama distribusi dan ketika dipasarkan. Penyimpanan ikansegar dengan menggunakan es atau sistem pendinginan yang lain memiliki kemampuan yangterbatas untuk menjaga kesegaran ikan, biasanya 10–14 hari.Yang pertama perlu diperhatikan di dalam penyimpanan dingin ikan dengan menggunakan esadalah berapa jumlah es yang tepat digunakan. Es diperlukan untuk menurunkan suhu ikan,wadah dan udara sampai mendekati atau sama dengan suhu ikan dan kemudianmempertahankan pada suhu serendah mungkin, biasanya 0ÂșC.Perbandingan es dan ikan yang ideal untuk penyimpanan dingin dengan es adalah 1 : 1. Hallain yang juga perlu dicermati di dalam pengawetan ikan dengan es adalah wadah yangdigunakan untuk penyimpanan harus mampu mempertahankan es selama mungkin agar tidakmencair. Wadah peng-es-an yang ideal harus mampu mempertahankan suhu tetap dingin,kuat, tahan lama, kedap air, dan mudah dibersihkan. Untuk itu diperlukan wadah yang memilikidaya insulasi yang baik.Lebih dari pada itu, keberhasilan mendapatkan mutu ikan hasil tangkapan yang baikadalah peran aktif awak kapal yang mempunyai kesadaran bahwa pemanfaatan sumberdayaikan harus disertai tanggung jawab pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Training materials on catching and on-board handling of ocean tuna. Pacific OceanOrganisation.INFOFISH (1999)Hall, G.M (1997). Fish Processing TechnologyScombroid Poisoning. FDA (1999)Riswan Suyedi, Sumberdaya ikan pelagis, Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program PascaSarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, December 2001Ferry Agusta Satrio, Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut Contoh Kasus Nelayandi Perairan Utara Jawa Timur, Mahasiswa S-2 Ilmu Lingkungan UGM, 2002Takafumi Arimoto, Fish behaviour approach toward the sustainable fisheries, Tokyo Universityof Fisheries, 2005Suwardiyono, Laporan Kegiatan Kajian efektivitas mini purse seine di Laut Jawa, 2005Eris Mulyadi, Trend Cpue Sebagai Salah Satu Acuan Pengelolaan Sumberdaya Ikan, BalaiBesar Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang, 2007Dinas Perikanan dan Kelautan Banten, Rencana Pengelolaan Perikanan Sumberdaya Kelautandan Perikanan, 2007Penanganan ikan tuna segar diatas kapal, Balai Besar Pengembangan Penangkapoan ikanSemarang, 2009Perhitungan kebutuhan Es / 
Fish handling Rahayu Kusdarwati, 15 Oktober 2010MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSINhttp://ik.pom.go.id/wp-content/uploads/2011/11/Mengenallebihjauhskrombotoksin.pdfThermafreezer http://www.kis-coldchain.com/products.htmhttp://fpik.bunghatta.ac.id/files/downloads/E-book/Dasar-Dasar%20Teknologi%20Hasil%20Perikanan/bab_2.pdf 
BIODATANama : Agung WahyonoTgl.Lahir : 8 Desember 1952Pendidikan : AUP Th.1975 ; Diploma IV STP Th.1988Jabatan : Prekayasa Madya di BBPPI SmgPekerjaan : 1975 – 1977, Teknisi pada PPSHPP di Smg1978 – 1982, Nakhoda Kapal Survei BPPI Smg1982 – 1993, Struktural pada BPPI Smg1993 – Sek. , Pejabat Fungsional pd BBPPI SmgAlamat : Komplek Perikanan No.21Jl.Yos SudarsoUngaran Telp. (024) 6924 587HP. 081 325 528 713E-mail : agungwahyono@lycos.com

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF)

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF)


Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi Committee on Fisheries (COFI) ke-28 FAO di Roma pada tanggal 31 Oktober 1995, yang tercantum dalam resolusi Nomor: 4/1995 yang secara resmi mengadopsi dokumen Code of Conduct for Responsible Fisheries. Resolusi yang sama juga meminta pada FAO berkolaborasi dengan anggota dan organisasi yang relevan untuk menyusun technical guidelines yang mendukung pelaksanaan dari Code of Conduct for Responsible Fisheries tersebut.
Tatalaksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati. Tatalaksana ini mengakui arti penting aspek gizi, ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang menyangkut kegiatan perikanan dan terkait dengan semua pihak yang berkepertingan yang peduli terhadap sektor perikanan. Tatalaksana ini memperhatikan karakteristik biologi sumberdaya perikanan yang terkait dengan lingkungan/habitatnya serta menjaga terwujudnya secara adil dan berkelanjutan kepentingan para konsumen maupun pengguna hasil pengusahaan perikanan lainnya.
Pelaksanaan konvensi ini bersifat sukarela. Namun beberapa bagian dari pola perilaku tersebut disusun dengan merujuk pada UNCLOS 1982. Standar pola perilaku tersebut juga memuat beberapa ketentuan yang mungkin atau bahkan sudah memberikan efek mengikat berdasarkan instrumen hukum lainnya di antara peserta, seperti pada "Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas (Compliance Agreement 1993J'. Oleh sebab itu negara-negara dan semua yang terlibat dalam pengusahaan perikanan didorong untuk memberlakukan Tatalaksana ini dan mulai menerapkannya.

Latar belakang Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF),
1. Keprihatinan para pakar perikanan dunia terhadap semakin tidak terkendali, mengancam sumberdaya ikan.
2. Issue Lingkungan
3. Illegal, Unreported dan Unregulated (IUUFishing.
4. Ikan sebagai sumber pangan bagi penduduk dunia.
5. Pengelolaan sumberdaya ikan tidak berbasis masyarakat.
6. Pengelolaan Sumberdaya ikan dan lingkungannya yang tidak mencakup konservasi.
7. Didukung oleh berbagai konferensi Internasional mengenai perikanan berusaha untuk mewujudkan Keprihatinan tersebut, 

Tujuan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1. Menetapkan azas sesuai dengan hukum (adat, nasional, dan international), bagi penangkapan ikan dan kegiatan perikanan yang bertanggung jawab.
2. Menetapkan azas dan kriteria kebijakan,
3. Bersifat sebagai rujukan (himbauan),
4. Menjadiakan tuntunan dalam setiap menghadapi permasalahan,
5. Memberi kemudahan dalam kerjasama teknis dan pembiayaan,
6. Meningkatkan kontribusi pangan,
7. Meningkatkan upaya perlindungan sumberdaya ikan,
8. Menggalakan bisnis Perikanan sesuai dengan hukum
9. Memajukan penelitian,

Enam (6) Topik yang diatur dalam Tatalaksana ini adalah
1. Pengelolaan Perikanan;
2. Operasi Penangkapan;
3. Pengembangan Akuakultur;
4. Integrasi Perikanan ke Dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir;
5. Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan
6. Penelitian Perikanan.

Prinsip-prinsip Umum Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1. Pelaksanaan hak untuk menangkap ikan bersamaan dengan kewajiban untuk melaksanakan hak tersebut secara berkelanjutan dan lestari agar dapat menjamin keberhasilan upaya konservasi dan pengelolaannya;
2. Pengelolaan sumber-sumber perikanan harus menggalakkan upaya untuk mempertahankan kualitas, keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber-sumber perikanan dalam jumlah yang mencukupi untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang;
3. Pengembangan armada perikanan harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya sesuai dengan kemampuan reproduksi demi keberlanjutan pemanfaatannya;
4. Perumusan kebijakan dalam pengelolaan perikanan harus didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terbaik, dengan memperhatikan pengetahuan tradisional tentang pengelolaan sumber-sumber perikanan serta habitatnya;
5. Dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan, setiap negara dan organisasi perikanan regional harus menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) seluas-luasnya;
6. Alat-alat penangkapan harus dikembangkan sedemikian rupa agar semakin selektif dan aman terhadap kelestarian lingkungan hidup sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman jenis dan populasinya;
7. Cara penangkapan ikan, penanganan, pemrosesan, dan pendistribusiannya harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat mempertahankan nilai kandungan nutrisinya;
8. Habitat sumber-sumber perikanan yang kritis sedapat mungkin harus dilindungi dan direhabilitasi;
9. Setiap negara harus mengintegrasikan pengelolaan sumber-­sumber perikanannya kedalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir;
10. Setiap negara harus mentaati dan melaksanakan mekanisme Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS) yang diarahkan pada penataan dan penegakan hukum di bidang konservasi sumber-sumber perikanan;
11. Negara bendera harus mampu melaksanakan pengendalian secara efektif terhadap kapal-kapal perikanan yang mengibarkan benderanya guna menjamin pelaksanaan tata laksana ini secara efektif;
12. Setiap negara harus bekerjasama melalui organisasi regional untuk mengembangkan cara penangkapan ikan secara bertanggungjawab, baik di dalam maupun di luar wilayah yurisdiksinya;
13. Setiap negara harus mengembangkan mekanisme pengambilan keputusan secara transparan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pengembangan peraturan dan kebijakan pengelolaan di bidang perikanan;
14. Perdagangan perikanan harus diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip, hak, dan kewajiban sebagaimana diatur dalam persetujuan World Trade Organization (WT-0);
15. Apabila terjadi sengketa, setiap negara harus bekerjasama secara damai untuk mencapai penyelesaian sementara sesuai dengan persetujuan internasional yang relevan;
16. Setiap negara harus mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi melalui pendidikan dan latihan, serta melibatkan mereka di dalam proses pengambilan keputusan;
17. Setiap negara harus menjamin bahwa segala fasilitas dan peralatan perikanan serta lingkungan kerjanya memenuhi standar keselamatan internasional;
18. Setiap negara harus memberikan perlindungan terhadap lahan kehidupan nelayan kecil dengan mengingat kontribusinya yang besar terhadap penyediaan kesempatan kerja, sumber penghasilan, dan keamanan pangan;
19. Setiap negara harus mempertimbangkan pengembangan budidaya perikanan untuk menciptakan keragaman sumber penghasilan dan bahan makanan.

Sasaran-Sasaran Penting Implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) di Indonesia
1. Fisheries management (pengelolaan perikanan)
· Memperhatikan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dalam merencanakan pemanfaatan sumberdaya ikan.
· Menetapkan kerangka hukum – kebijakan.
· Menghindari Ghost Fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap yang terbuang / terlantar.
· Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi dan Negara.
· Memperhatikan kelestarian lingkungan.
2. Fishing operations (Operasi Penangkapan).
· Penanganan over fishing atau penangkapan ikan berlebih.
· Pengaturan sistem perijinan penangkapan.
· Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS).
3. Aquaculture development (Pembangunan Akuakultur)
· Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya .
· Melindungi ekosistem akuatik.
· Menjamin keamanan produk budidaya.
4. Integration of fisheries into coastal area management (Integrasi Perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir)
· Mengembangkan penelitian dan pengkajian sumberdaya ikan di kawasan pesisir beserta tingkat pemanfaatannya.
5. Post-harvest practices and trade (Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan).
· Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur sertitikasi dan lembaga sertifikasi.
· Mengembangkan produk value added atau produk yang bernilai tambah.
· Mengembangkan perdagangan produk perikanan.
· Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan pasca panen.
6. Fisheries research (Penelitian Perikanan)
· Pengembangan penelitian.
· Pengembangan pusat data hasil penelitian.
· Aliansi kelembagaan internasional.

Kewajiban Mengikuti Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1. Semua Negara yang memanfaatkan sumberdya ikan dan lingkungannya.
2. Semua Pelaku Perikanan (baik penangkap dan prosesing).
3. Pelabuhan-Pelabuhan Perikanan (kontruksi, pelayanan, inspeksi, dan pelaporan);
4. Industri disamping harus menggunakan alat tangkap yang sesuai.
5. Peneliti untuk pengembangan alat tangkap yang selektiv.
6. Observer program (pendataan diatas kapal).
7. Perikanan rakyat, perlu mengantisipasi dampak terhadap lingkungan dan penggunaan energi yang efisien.

Kewajiban Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) Yang Harus Dipenuhi Oleh :
1. NEGARA
* Mengambil langkah precautionary (hati-hati) dalam rangka melindungi atau membatasi penangkapan ikan sesuai dengan daya dukung sumber.
* Menegakkan mekanisme yang efektif untuk monitoring, control, surveillance dan law enforcement .
* Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari.
2. PENGUSAHA
* Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi, ikut dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi pengelolaan perikanan (misalnya FKPPS).
* Ikut serta mensosialisasi dan mempublikasikan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan serta menjamin pelaksanaan peraturan.
* Membantu mengembangkan kerjasama (lokal, regional) dan koordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan perikanan, misalnya menyediakan kesempatan dan fasilitas diatas kapal untuk para peneliti.
3. NELAYAN
* Memenuhi ketentuan pengelolaan sumberdaya ikan secara benar.
* Ikut serta mendukung langkah-langkah konservasi dan pengelolaan.

* Membantu pengelola dalam mengembangkan kerjasama pengelolaan, dan berkoordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan perikanan.